G-20, Pemuda dan Planet yang Berkelanjutan dan Layak Huni

Written By Angelo Wijaya and Naifah Uzlah

Pada tanggal 21-22 Mei 2022, Y20 Indonesia menyelenggarakan acara Pra-KTT yang ketiga di Balikpapan, Kalimantan Timur. Acara ini mengusung tema besar “Planet yang Berkelanjutan dan Layak Huni”. Pra-KTT ini adalah bagian dari rangkaian acara Y20 Indonesia 2022 yang akan berlangsung hingga puncak acara pada bulan Juli 2022 mendatang, dalam acara KTT Y20 Indonesia 2022. Y20 sendiri merupakan kelompok keterlibatan resmi bagi pemuda dalam rangkaian G20 Indonesia 2022.

Isu “Planet yang Berkelanjutan dan Layak Huni” merupakan salah satu dari empat area prioritas Y20 Indonesia 2022, bersama dengan tiga prioritas lainnya, yaitu Ketenagakerjaan Pemuda, Transformasi Digital, serta Keberagaman dan Inklusi.

G20 Indonesia 2022 sendiri mengusung tiga isu besar dibawah tema “Recover Together, Recover Stronger”, yaitu penguatan arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi berbasis digital, dan transisi energi yang adil. Seiring dengan perkembangan permasalahan lingkungan dan krisis iklim dalam dinamika global, memastikan bahwa planet yang kita huni tetap menjadi tempat yang layak huni dan berkelanjutan menjadi sangat penting dan semakin relevan untuk diangkat dalam forum G20, terutama dengan prakarsa pemuda, karena pemuda adalah pewaris planet Bumi yang kita tinggali.

Acara Pra-KTT ketiga Y20 Indonesia tidak hanya mengundang delegasi dari 20 anggota G20 serta pengamat dari organisasi internasional seperti Bank Dunia, WTO, ADB, dan IsDB, namun juga melibatkan lebih dari 150 pemuda lokal dari Kalimantan untuk berperan sebagai peserta maupun penyelenggara kegiatan ini. Ini menunjukkan semangat Y20 Indonesia dalam menjunjung tinggi inklusivitas dan dalam mendorong partisipasi pemuda Indonesia dalam dialog global. Tidak hanya itu, inklusivitas juga ditunjukkan oleh Y20 Indonesia dengan mengundang perwakilan masyarakat adat dan penduduk lokal (IPLC), pengungsi, dan pemuda dengan disabilitas untuk datang sebagai pengamat resmi (official observers) dalam negosiasi Y20 Indonesia 2022.

Isu krisis iklim tidak hanya relevan di Indonesia, namun juga merupakan isu yang sangat genting bagi G20 dan pemuda yang tinggal di negara-negara anggota G20. Dampak krisis iklim semakin terasa melalui peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam. Cuaca tidak menentu, kenaikan suhu rata-rata, serta peristiwa gagal panen juga semakin merugikan masyarakat. Krisis iklim sendiri terjadi akibat meningkatnya jumlah emisi karbon dan gas rumah kaca secara signifikan, yang sebagian besar berasal dari pembakaran energi berbahan dasar fosil. Dengan demikian, dibutuhkan transisi menuju sistem energi global yang menggunakan sumber energi yang terbarukan, namun dilakukan secara adil agar tidak merugikan kelompok-kelompok masyarakat yang masih bergantung pada energi fosil. 

Selain upaya mewujudkan transisi energi yang adil, menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan layak hidup secara umum juga perlu diupayakan. Setidaknya terdapat 5 hal yang perlu dicapai untuk mewujudkan masa depan yang makmur, yakni iklim yang stabil, keanekaragaman hayati yang melimpah, laut yang sehat, lahan yang produktif, dan sumber air yang berkelanjutan.

Isu keberlanjutan lingkungan menjadi sangat penting bagi Y20 karena pemuda adalah penduduk bumi di saat ini yang masih akan menghuni planet ini di masa mendatang. Pemuda juga merupakan kelompok masyarakat yang lebih rentan terhadap krisis iklim, terutama mereka yang tinggal di negara-negara ekonomi menengah kebawah. Sebanyak 85% populasi pemuda dunia tinggal di negara perpendapatan rendah dan menengah, yang merupakan negara-negara dengan kecenderungan terletak di lokasi geografis yang lebih rentan terhadap dampak krisis iklim.

Di saat yang sama, telah banyak pemuda yang menunjukkan kesadaran dan kepeduliannya terhadap masa depan planet bumi sehingga mereka memiliki peran penting dalam diskusi dan pengambilan keputusan terkait isu ini.

Studi bersama yang dilakukan oleh Y20 Indonesia, Indonesian Youth Diplomacy, dan Cint (2022) mengungkap bahwa lebih dari 45% pemuda dari negara-negara anggota G20 memiliki kekhawatiran tentang krisis iklim dan sangat sering memikirkan kondisi planet bumi, serta bagaimana permasalahan lingkungan akan berdampak pada mereka pada tataran personal.

Studi ini memiliki 5,700 responden dari 19 negara anggota G20, dengan mempertimbangkan rasio 50:50 laki-laki dan perempuan, serta rasio 50:50 pemuda yang tinggal di area urban dan sub-urban.

Untuk mengatasi krisis iklim dan isu-isu lingkungan terkait, diperlukan beberapa pendekatan berikut. Pertama, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Sudah saatnya sistem perekonomian melampaui siklus linear yang mengorbankan alam demi pembangunan, sehingga perlu ada sistem konservasi dan restorasi sumber daya alam agar tidak habis atau rusak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mempelajari pengalaman masyarakat adat dalam mengelola hutan dan sumber daya.

Pendekatan kedua adalah transisi menuju siklus ekonomi yang sirkular. Siklus tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan regenerasi ekosistem-ekosistem di alam, memanfaatkan atau menggunakan berkali-kali bahan dan barang yang sulit diolah kembali, serta membatasi sampah dan polusi yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi. Sebagai kelompok negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia, G20 memiliki peran penting dalam memimpin transformasi ekonomi tersebut melalui kerjasama internasional. Para pemuda juga dapat berkontribusi melalui advokasi maupun partisipasi langsung sebagai konsumen dan produsen.

Pada akhir proses negosiasi Y20 Indonesia 2022, para delegasi Y20 akan menghasilkan sebuah dokumen rekomendasi kebijakan, yang disebut sebagai Y20 Communique. Dokumen ini akan diserahkan langsung kepada Presiden Republik Indonesia yang mewakili para kepala negara dan pemerintahan seluruh anggota G20, sebagai Ketua Presidensi G20 tahun ini. Y20 Communique ini nantinya akan menjadi salah satu pertimbangan para kepala negara dan pemerintahan G20 dalam menyusun deklarasi akhir G20, yang dikenal sebagai G20 Leaders’ Declaration yang akan diadopsi pada bulan November 2022 mendatang dalam acara KTT G20 Indonesia 2022.

Presidensi G20 dan Y20 Indonesia perlu menjadi momentum bagi Indonesia untuk bersiap dalam transisi yang adil untuk mengatasi krisis iklim, terutama dalam mendorong pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan dalam mendorong transisi menuju ekonomi sirkuler. Masa depan adalah milik pemuda, dan ini adalah saatnya G20 mendengarkan suara pemilik masa depan.


Authors

Angelo Wijaya is the Head of Project Management Office and Co-Head of Research, Y20 Indonesia. He is the Indonesian delegate to Y20 Italy 2022.

Naifah Uzlah is a Research Staff at the Research Division of Y20 Indonesia 2022. She is an undergraduate International Relations student at Universitas Indonesia and an IISMA Scholarship Awardee to University of British Columbia. Among her activities in the climate movement are coordinating a community on energy transition (Fossil Free UI), building the organization she founded (Economy for Ecology), and working for a stealth startup on carbon trading.

Angelo Wijaya - Head of Project Management Office and Co-Head of Research, Y20 Indonesia 2022

Graduated from Universitas Gadjah Mada, Indonesia with a bachelor’s degree in International Relations (Cum Laude). As an Erasmus Scholar, he was given the opportunity to study at the University of Glasgow, the United Kingdom with a full scholarship as an exchange student.

Previous
Previous

Y20 Indonesia: Achieving Diversity and Inclusion through Inclusive Education and Creative Economy

Next
Next

Peran Pemuda dalam Mendukung Presidensi G20 Indonesia